MENEMANI ANAK...NOSTALGIA MASA KECIL....


Agatha ketika usia 8 bulan dengan Mamah-nya (Mamahnya saat itu usia 30 tahun). Foto dibuat tahun 2000.



Sidik kaki bayi yang ada dalam Buku Bayi Agatha (tahun 1999)



Agatha di kelas VIII-F SMP PL Domenico Savio (usia 13 tahun).  Foto dibuat tahun 2012.


Mamah-nya Agatha usia 41 tahun. Foto dibuat tahun 2011.

----------

Beberapa orang tua berdiskusi dengan saya tentang anaknya yang sudah beranjak dewasa.

"Tidak seperti ketika masih kecil dulu, sekarang anak saya mulai tidak mau saya ajak jalan-jalan atau nonton bioskop bersama orang tuanya," begitulah keluhan dari para orang tua ini.

Intinya adalah bahwa anaknya sekarang ini sudah mulai punya "dunia sendiri", sehingga kurang tertarik dengan acara / kegiatan / "dunia" orang tuanya.

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya hal ini juga kita lakukan kepada orang tua kita dulu, pada saat kita beranjak dewasa. Jadi, memang tidak ada yang aneh atau mengherankan. Bedanya adalah, di zaman kita remaja dulu (tahun 1980-an misalnya) tingkat kesibukan orang tua maupun anak tidak setinggi sekarang ini. Sekarang ini, dengan berbagai fasilitas komputer dan smartphone / handphone dan sebagainya, anak bisa "sungguh-sungguh sibuk" dan "sungguh-sungguh asyik" dengan barang-barang canggih tersebut, sehingga "lupa / tidak asyik lagi" kalau ngobrol atau bercanda dengan orang tuanya.

--------------------

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Hal-hal tersebut di atas adalah KENYATAAN yang oleh kita (para orang tua) harus hadapi sekarang ini. Anak tidak salah. Komputer / tablet / notebook tidak salah. Smartphone / handphone tidak salah. Karena "zamannya" memang seperti ini. TINGGAL BAGAIMANA KITA SEBAGAI ORANG TUA MENYIKAPINYA sehingga tetap ada "keasyikan yang sama" yang dapat membuat anak dan orang tua dapat ngobrol di rumah saat santai, di sela-sela kesibukan / "keasyikan" masing-masing.

--------------------

Saya selalu saja membawa foto anak saya ketika masih usia 8 bulan. Dia sedang digendong ibunya (istri saya). Wajahnya lucu. Matanya bundar. Sangat berbeda dengan anak saya sekarang (tahun 2013) yang berusia 14 tahun.

Foto itu saya simpan di dalam dompet. Sore hari, di rumah, saya sengaja mengajak anak ngobrol tentang foto yang saya keluarkan dari dompet saya ini. Kami memandangi foto itu bersama-sama, lalu tertawa bersama.  Gembira melihat betapa lucunya dia ketika itu. Matanya hitam bulat seperti mata boneka.

Atau, saya juga biasa menunjukkan kepada anak "buku bayi" ketika dia lahir di rumah sakit pada usia 8 bulan di kandungan Mamahnya (lahir prematur) dengan berat badan hanya 2,1 kg. Ada "cap telapak kaki" bayi anak saya di buku itu. Saya dan anak saya selalu saja tertawa bersama, menyadari betapa kecilnya dia pada saat dilahirkan. Begitu kecilnya, sampai-sampai kalau menimangnya harus dilakukan dengan alas berupa bantal tidur (artinya, anak saya ketika bayi demikian kecil mungil, sampai-sampai bantal tidur pun "terlihat besar" dan bisa djjadikan alas).

Ketika anak saya umur 2 tahun, saya dan dia juga membuat "jiplakan tangan" kami bersama. Caranya, jari-jari dan telapak tangan kiri ditaruh di atas kertas, lalu "dijiplak" dengan spidol. Ketika tangan di angkat dari kertas, maka pada kertas itu tampak gambar ukuran sebenarnya dari telapak tangan dan jari-jari tangan anak saya. 

Gambar seperti ini pun membuat kami tertawa bersama, menyadari betapa kecilnya tangan dia ketika itu.

Tentu saja, masih ada koleksi barang-barang lain yang dapat dipakai sebagai sarana ngobrol dengan anak, dengan menggunakan "barang-barang nostalgia". Misalnya, kertas kerja saya yang tanpa saya duga (waktu itu) dicoret-coret dengan spidol warna-warni oleh anak saya. Bukannya marah, saat itu justru kertas itu saya simpan dan saya laminating supaya tidak rusak. Sekarang, setiap kali saya menunjukkan kertas itu, anak saya tertawa melihat "hasil karyanya" ketika itu.

----------

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Selamat menemani anak....

Selamat bernostalgia dengan foto-foto atau barang-barang lama sambil bercerita dan tertawa gembira bersama anak....

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----23/02/2013-----

Tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph.
Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »