Progressing in Karate-Do forward requires the full circle

Movement four of Enpi kata: hidari chudan kagi-zuki (kiba-dachi).
While I am still strictly adhering to the training programme I started in August the prime emphasis has been on “referencing everything to Heian Shodan Kata”. In this way, whether doing kihon, other kata, kumite or oyo (applications) my training is `H1-centric’.

This training is highly technical pushing me to my limits; nonetheless, it is acutely renewing my understanding. It goes without saying, Heian Shodan always does this to experienced karateka; that is, it presents the ultimate challenge in karatedo: technically, psychologically and, of course, on deeper levels.

I’ll always be a beginner of karate-do in my heart and mind, and also in my training. In saying that and encouragingly, I am far beyond where I was, since returning to Japan in August of last year, “…yet I’m back at the very beginning”. My point here is that “Karate-Do is such a wonderful art”: it pushes us to become whole via a constant cycle. As the title of this post states "Progressing in karate-do literally requires the full circle". In this regard and in this way, I only hope that one day I can truly be a `good karateka’. Despite achieving this target, or not, I’ll continue pushing toward this goal.
Kindest regards from the first day of Japan’s autumn.
Osu, André Bertel  
Movement three of Heian Shodan kata: migi gedan-barai (zenkutsu-dachi hanmi).

© André Bertel. Aso-shi, Kumamoto. Japan (2014).

Cara Memasang / Memakai Sabuk Taekwondo

Bagi Anda yang baru saja belajar taekwondo mungkin agak bingung tentang cara memakai sabuk taekwondo. Hal ini dapat dimaklumi karena tidak bisa hanya sembarang ikat, bisa-bisa malah ditertawai teman-teman Anda kalau salah ikat dan hasilnya malah menjadi tidak karuan. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam memakai sabuk taekwondo yang dijelaskan dalam gambar dan Video. Silahkan Cermati langkah-langkahnya dengan seksama Video di bawah ini

Taekwondo Demonstration Perdana, Kenzie dan Barata Team di Ciracas RT 12 Rw 02

Dalam rangka memeriahkan Hari Kemerdekaan ke-69 Republik Indonesia, pada 17 Agustus 2014 teman2 barata club ikut memeriahkan acara tersebut pada malam puncal tgl 30 agustus 2014 dengan atraksi taekwondo.
berikut video perdana kenzie dan kawan2 TKD Barata


Cara Memotivasi Anak agar Mau Belajar Mengaji sejak dini

 
Arachely Serena Pramudya 26m n her father Pramudya Eka


Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka
Mengajari anak mengaji merupakan suatu kewajiban tersendiri bagi orang tua disamping melindungi dan mengasuh anaknya. Apabila orang tua kurang atau tidak mampu untuk mengajarkan ilmu agama, maka orang tua berhak atau berkewajiban untuk menyerahkan (menitipkan) anaknya kepada ustadz ustadz atau kyai di mushola, masjid, madrasah diniyah, pesantren, maupun di rumah
Ibnu Khaldun dalam kitabnya al-Muqoddimah mengatakan, mengajarkan Al Qur’an kepada anak merupakan salah satu bentuk syiar agama yang dilakukan oleh orang tua. Mengajarkan Al Qur’an, menurut Farid Ma’ruf,
harus dimulai sejak anak masih dalam kandungan, yakni dengan cara sang ibu membaca Al Qur’an secara rutin. Dengan belajar Al Qur’an sejak dini, dapat membentuk aqidah yang kokoh pada diri anak.

Anak-anak biasanya akan terpengaruh dengan lingkungan tempat tinggal. Ketika anak-anak seusianya banyak yang belajar mengaji, tidak menutup kemungkinan anak kita akan ikut mengaji. Jika orang tua mengharapkan anaknya rajin mengaji, tentu orang tuanya juga harus memberikan contoh kepada anak. Misalnya, setiap seusai shalat orang tua membaca Al Qur’an. Secara perlahan anak akan mengikuti apa yang dilakukan orang tuanya.
Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka

Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka

Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka


Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka

Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka

Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka

Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka


Selain itu, orang tua harus menciptakan suasana yang menyenangkan agar anak tidak merasa terbebani dan bosan. Tanamkan pada diri anak bahwa manusia adalah hamba Allah SWT yang harus menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan mengaji itulah kita bisa mengetahui apa saja perintah dan larangan Allah SWT. Jelaskan pula tentang adanya pahala dan siksa, juga adanya surga dan neraka. Dalam menjelaskan, hendaknya orang tua menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak. Dengan demikian, anak akan mudah memahami isi Al Qur’an dan tergerak untuk menjalankan isinya. Cara mudah agar anak dapat menyerap atau dapat belajar mengaji yaudah dengan memberikan motivasi-motivasi yang baik dan komunikatif. Ini ada beberapa tips agar anak  mau belajar mengaji diantaranya:
  1. Memotivasi dengan pujian: Berikanlah pujian pada apapun kemajuan dan kemauan anak untuk mengaji, pujian ini bisa menjadi penguatan motivasi (enforcement).
  2. Memotivasi dengan pepatah/quote : Pilihlah pepatah, kata mutiara yang relevan dengan semangat belajar untuk anda katakan atau tuliskan pada anak.
  3. Memotivasi dengan rasa syukur : mintalah anak untu mengungkapkan rasa syukur atas kesehatan dan kelengkapan indrawinya dengan dimanifestasikan dengan mengaji
  4. Memotivasi dengan kehati-hatian : “Nak nanti akan ada orang-orang yang buta diakherat karena tidak mau belajar Alquran, hati-hati ya nak..kita jangan sampai seperti mereka”.
  5. Memotivasi dengan rasa balas budi: “Nak, Ayah bundamu ikhlas mengasuhmu, jika engkau ingin membalas budi baik kami maka jadilah anak sholeh yang hafal alquran”
  6. Memotivasi dengan kontens quran: “Tahukah kalian bahwa didalam alquran terdapat informasi, bahwa didalam lautan terdapat karang api yang menyala-nyala, tahukah kalian bahwa helicopter dibuat manusia dengan meniru cara lalat terbang, ternyata dalam alquran sudah diberitahukan semuanya”.
  7. Memotivasi dengan konteks belajar quran; Siapkan ruang belajar yang menyenangkan untuk belajar Alquran,meliputi: warna cat, wewangian, gambar, hidangan khusus, gambar-gambar yang memotivasi dll.
  8. 8.Memotivasi dengan modelling: Anda dapat menceritakan tentang kisah-kisah orang besar yang rajin membaca Alquran, seperti HJ Ainun Habiebie yang biasakhatam membaca alquran seminggu 3 kali, dll
  9. Memotivasi dengan game of study: Buatlah aturan main dan sistem hadiah untuk kemajuan dalam belajar dan membaca Alquran, seperti Bintang, sticker, stempel dll
  10. Memotivasi dengan cerita: Pilihlah kisah-kisah yang menggugah tentang perjuangan beljar alquran para Imam Madzhab, Qori, pengalaman pribadi anda dll
  11. Memotivasi dengan upacara penghargaan: tidaklah salah apabila setiap 1 bualn, 3 bulan hingga setahun ada upacara khusus untuk buah hati anda yang berprestasi dalam interaksi dengan Alquran, misalny; kenaikan jilid, khataman, wisuda dll
  12. Memotivasi dengan ikatan rasa cinta: Semakin hangat anda memperlakuykan anak ketika belajar, maka semakin mudah anda membujuk mereka mempelajarinya
  13. Memotivasi dengan rasa tanggung jawab: “Nak dikampung kita banyak anak-anak yang tidak bisa membaca alquran, maka belajarlah nak dengan sungguh-sungguh..KELAK KAMULAH YANG MENJADI GURU BAGI MEREKA!”
  14. Memotivasi dengan AMBAK(apa manfaatnya bagiku): Ilustrasikan banyak kemungkinan manfaat/apa kerennya bagimereka, apabila bisa membaca alquran : penghargaan dirumah, disekolah, masyarakat hingga penghargaan negara, alam kubur, makhsyar dan nikmat surga.
  15. Memotivasi dengan harapan dan aspirasi :”Kalian boleh jadi apa saja asal berguna bagi masyarakat dan agama, tetapi ingat jika ingin jadi dokter harus dokter yang ahli membaca alquran, jika jadi presiden harus presiden yang ahli membaca Alquran!”
  16. Memotivasi dengan kekurangan yang ada: “Justru karena kita kekurangan yang ada berupa ….kita harus semakin rajin membaca Alquran, karenaAllah akan sangat membantu pembaca Quran seperti kita.”
Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka


Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka

Arachely Serena Pramudya 25m n her father Pramudya Eka
Arachely Serena Pramudya 26m n her father Pramudya Eka

Arachely Serena Pramudya 26m n her father Pramudya Eka


Arachely Serena Pramudya 26m n her father Pramudya Eka

Pola Asuh dalam membentuk karakter baik pada anak #Arachely Serena Pramudya 25m n her style

Arachely Serena Pramudya 25m n her style
“Jadi orangtua adalah berkah luar biasa dari Tuhan pada kita. Sebuah amanah yang indah sekaligus berat. Memahami amanah yang indah dan berat itu menjadi sebuah perjalanan yang menyenangkan untuk semua.” 
Pendidikan macam apa yang perlu kita tekankan sejak awal ?
1. Pendidikan keagamaan
Ini adalah hal yang utama perlu ditekankan pada seorang anak ; seorang anak perlu tahu siapa Tuhannya, cara beribadah, dan bagaimana memohon berkat dan mengucap syukur. Tunjukkan buku, gambar, dan cerita-cerita yang bisa menginspirasi si anak yang berhubungan dengan keagamaan tersebut. Jika memungkinkan, ajak anak anda untuk ikut ke tempat ibadah bersama. Semakin dini kita menanamkan hal ini pada seorang anak, akan semakin kuat ahlak dan keyakinan akan Tuhan di dalam diri anak kita.
2. Kualitas input yang diterima
Seorang anak pada usia dibawah 10 tahun belum mempunyai fondasi yang kuat dalam prinsip hidup, cara berpikir, dan tingkah laku. Artinya, semua hal yang dilihat, didengar, dan dirasakan olehnya selama masa pertumbuhan tersebut akan diserap semuanya oleh pikiran dan dijadikan sebagai dasar atau prinsip dalam hidupnya. Adalah tugas orang tua untuk memilah dan menentukan, input-input mana saja yang perlu dimasukkan,dan mana yang perlu dihindarkan. Menonton televisi misalnya, tidaksemua acara itu bagus. Demikian juga dengan membaca majalah, menontonfilm, mendengarkan radio, dan sebagainya.
3. Anak adalah peniru yang baik
Ada istilah “Monkey see, Monkey Do” ; artinya seekor monyet biasanya akan bertindak berdasarkan apa yang telah dilihatnya. Demikian pula seorang anak. Anak perlu figur seorang tokoh yang dikagumi, yang akan ditiru di dalam tindakan sehari-harinya. Pilihan utamanya biasanya akan jatuh pada orang tua. Dan seorang anak akan lebih percaya pada apa yang dilihat daripada apa yang dikatakan orang tua. Jadi saatorang tua mengatakan satu nasehat, misalnya jangan tidur malam-malam,tapi orang tuanya sendiri selalu bekerja sampai larut malam, jelas ini bukan cara mendidik yang baik. Ajarkan sesuatu melalui contoh, dengan tindakan kita sendiri, akan membuat anak meniru dan mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan dan karakter di dalam pertumbuhannya.
4. No Pain No Gain
Apa yang akan anda lakukan sebagai orang tua apabila anak anda merengek-rengek, bahkan menangis minta dibelikan sebuah mainan ? Ada dua jenis jawaban yang biasanya saya lihat. Jenis orang tua yang pertama biasanya akan langsung membelikan mainan tersebut agar si anak bisa langsung diam dari tangisannya, dan tidak merepotkan orang tuanya. Dalam jangka panjang, sikap seperti ini akan membuat anak mempunyai karakter yang lemah, kurang tangguh, karena sudah dibiasakan diberiapa yang diinginkannya. Jenis orang tua yang kedua, biasanya akan menolak permintaan si anak dengan tegas, mungkin sambil memarahi atau mencuekkan begitu saja. Dalam jangka panjang, si anak akan mempunyaisifat yang acuh, kurang peduli dengan dirinya sendiri, kalau ditanya apa cita-cita atau keinginannya biasanya akan dijawab tidak tahu. Nah, anda sebagai orang tua bisa mencoba menambahkan alternatif pilihan ketiga, yaitu gabungan dari keduanya. Saya mengistilahkan gabungan ini dengan No Pain No Gain. Jadi saat seorang anak meminta sesuatu misalnya, kita bisa memberikannya dengan syarat tertentu. Contoh,seorang anak minta mainan pada kita sebagai orang tuanya, maka kita bisa mensyaratkan ha-hal tertentu sebagai `kerja keras’ yang harus dilakukan. Misalnya, si anak harus membantu si ayah mencuci mobil selama sebulan, atau membantu ibu membuang sampah setiap hari, baru kemudian si anak mendapatkan mainan tersebut. System No Pain No Gain ini dalam jangka panjang akan membentuk karakter yang kuat dan tangguh dari si anak, karena mereka sejak kecil sudah dibiasakan harus bekerja dulu baru mendapatkan hasil.
5. Tiga perilaku dasar dalam berkomunikasi
Sejak kecil, seorang anak perlu dididik tiga perilaku dasar dalam komunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Yang pertama adalah harus belajar mengucapkan “terima kasih” kepada siapa saja yang sudahmemberikan sesuatu kepadanya, yang kedua adalah harus belajar mengucapkan kata “tolong” apabila ingin meminta bantuan kepada orang di sekitarnya, dan yang ketiga adalah belajar mengucapkan kata “maaf” apabila memang bersalah. Kelihatannya memang sederhana, tapi coba lihat, berapa banyak orang yang merasa dirinya sudah dewasa yang terbiasa mengucapkan kata-kata tersebut ? Kalau anak kita sudah terbiasa mengucapkannya sejak kecil, perilakunya akan lebih menghargai orang lain. Karakter, kepribadian, dan kualitas seorang anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan input yang diterimanya dari orang tua.Bila orang tua kurang memberikan bimbingan ini secara maksimal, maka peran ini akan diambil alih oleh lingkungan, yang mana bisa memberikan berbagai macam input yang lebih banyak negatifnya daripada positifnya.

















Berhasil mendidik anak-anak dengan baik adalah impian semua guru dan orang tua. Setiap guru dan orang tua pasti ingin agar anaknya bisa sukses dan bahagia, namun apakah pada kenyataannya semudah itu? Mayoritas orangtua pernah mengalami kesulitan dalam mendidik buah hati tercinta
Mengutip apa yang diungkapkan Dorothy Law Nollte:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar mengendalikan diri
Jika anak dibesarkan dengan motivasi, maka ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan kelembutan, maka ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ia belajar percaya
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menghargai diri sendiri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan kasih dalam kehidupannya
Seperti judul diatas pola asuh adalah pendidikan karakter. Bagi kita orang tua, karakter apa yang ingin kita tanamkan pada anak kita? Berikan contoh itu dalam sikap dan perbuatan serta kata-kata. Maka dengan mudah anak akan mencontohnya dan menyimpannya dalam memory bawah sadarnya dan akan dikeluarkan kembali pada saat “ada pemicunya”. Maksudnya? Saat kita memberikan contoh hormat dan sayang pada pasangan kita, saat anak kita menikah kelak maka dia akan mencontoh perilaku kita orang tua-nya terhadap pasangannya.
Sekarang ini sangat berlaku sekali kata-kata mutiara “buah tidak jatuh jauh dari pohonnya” bahwa kehidupan adalah hasil dari “fotocopy” orang tua-nya. Kalo orang tua-nya memberikan pengaruh yang baik tidak masalah, tetapi jika rumah tangga berantakan seperti orang tua-nya maka ini adalah suatu musibah. 
Jadilah teladan bagi buah hati tercinta kita, pada mula dan awalnya anak akan selalu belajar dari lingkungan terdekatnya, yaitu orang tua. Mereka menyerap informasi dengan baiknya dari kelima indra mereka. Bukan hanya perkataan orang tua tapi sikap serta perilaku orang tua akan mereka serap juga, bahkan secara tidak disadari.

Jika kita orang tua, ingin tahu berapa nilai Anda sebagai orang tua dalam mendidik anak, ada cara mudah mengetahuinya. Raport pertama anak kita pada waktu sekolah (play group atau TK), itu adalah raport milik kita orang tua, bukan anak. Anda dapat berkaca dari hasil tersebut, bagaimana kualitas “produk” (baca: anak) . Nah itu adalah raport awal saat 3-5 tahun Anda membentuk keluarga dan mendidik anak. Tapi jika mau tahu hasil akhirnya lihatlah kehidupan anak  ketika dia sudah berada didalam kehidupan sebenarnya. Lihatlah pergaulannya, cara berbicara dan bersikap dan jika kita orang tua lebih jeli dan bijak lihat keuangannya. Semakin baik kondisi keuangan anak  berbanding lurus dengan karakter yang dimiliki anak.

membangun karakter anak sejak usia dini?

Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia (trianglerelationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara anak memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan positif. Untuk itu, Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak. Seperti kata pepatah bergaul dengan penjual minyak wangi akan ikut wangi, bergaul dengan penjual ikan akan ikut amis. Seperti itulah, lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Dan yang tidak bisa diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan dan penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.
Nah, sekarang kita memahami mengapa membangun pendidikan karakter anak sejak usia dini itu penting. Usia dini adalah usia emas, maka manfaatkan usia emas itu sebaik-baiknya











Latest self-training regime

Here is my latest karate-do training regime. I hope it finds you happy, healthy, and training hard. Especially those, enduring the cold, in the Southern Hemisphere!!! Best wishes from boiling Nippon. Osu, André Bertel       

KIHON

(A)     Stationary kihon

1.      Chudan choku zuki (hachiji dachi)

2.      Chudan gyaku zuki

3.      Chudan mae-geri

4.      Chudan yoko keage (heisoku dachi)

5.      Mae geri kara yoko kekomi soshite ushiro geri

Hidari mawashi-geri in ido-kihon practice. `Axing' with the josokutei utilising the `roll over of the hips': a traditional `basic'.
 
(B)      Ido kihon: Kogeki (Tsukiwaza to keriwaza)

6.      Chudan jun zuki

7.      Sanbon ren zuki

8.      Chudan mae geri

9.      Chudan yoko keage (kiba dachi)

10.  Chudan yoko kekomi (kiba dachi)

11.  Chudan mawashi geri

12.  Chudan ushiro geri

13.  Yoko keage ashi o kaete yoko kekomi (kiba dachi)


(C) Ido kihon: Hangeki (Ukewaza to hangekiwaza)

14.  Jodan age uke kara chudan gyaku zuki

15.  Chudan soto uke kara chudan gyaku zuki

16.  Chudan soto  uke kara yoko enpi (kiba dachi)

17.  Chudan uchi uke kara kizami zuki soshite chudan gyaku zuki

18.  Gedan barai kara chudan gyaku zuki

19.  Chudan shuto uke (kokutsu dachi) kara nukite

20.  Chudan shuto uke (kokutsu dachi) kara kizami mae geri soshite nukite

 ·        Repetitions: Stationary kihon – “40+ of each”; and Idokihon – “20+” (not including a 10 rep warm-up set).

KUMITE


i. Kihon Gohon Kumite (Jodan, Chudan and Mae geri).

ii. Kihon Ippon Kumite (Jodan, Chudan, Mae geri, Yoko kekomi and Mawashi geri).

iii. Jiyu Ippon Kumite (Jodan, Chudan, Mae geri, Yoko kekomi and Mawashi geri).

·        Note: All defences and counters `the most foundational’: i.e. kihon-ukewaza followed by gyaku-zuki). Focus on kakato chushin in attacks, and kime in general. Repetitions: Five sets of each form of kumite including one `warm-up set’.

KATA


Main focus: Shitei-gata (Heian Shodan, Heian Nidan, Heian Sandan, Heian Yondan, Heian Godan and Tekki Shodan).

Secondary focus: Sentei-gata (Bassai Dai, Kanku Dai, Enpi and Jion).

General—interrelated focus: Tokui-gata (Gojushiho Dai).

·        Daily breakdown of kata training based on my typical ‘seven day routine’ with focus on one or two different kata per practice session. Repetitions: If one kata, approximately 20 reps; and if two kata, around 10 repetitions of each (depending on daily condition).
Hidari yoko-keage doji ni hidari uraken yokomawashi uchi: Movement six of Heian Yondan Kata.
 © André Bertel. Aso-shi, Kumamoto, Japan (2014).

Motivation for the `long haul'

Self-practicing `hidari kizami mawashi-geri' (ido-kihon) yesterday.  
 Often people ask me “what is your key to my motivation in karate-do?” and, while I’ve talked about this before, I’d like to reiterate my mental approach today. I’d like to emphasise here that this is not `something new’, or a `new revelation’ for me. It is reflective of my training since I was very young.

Fundamentally, I believe that “…if we let go of our egos, we become liberated”; and consequentially, we gain a level of motivation which doesn’t waver and `much deeper satisfaction’ from our karate practice. Those who are better than us, we admire and respect; likewise, we do not compare ourselves to those we have surpassed (or are ahead of on the karate path).
This means that that “Your karate then truly becomes `your karate’”; thereby, setting the stage for you to bolt forward and `to really win battles against yourself’. Irrespective of whom you are, what your goals are, and any other factors, I believe this is the ultimate key to motivation in our wonderful martial art.
The ambitious junior or competitor as `a motivator’… As the lyrics of `The Fly’ by U2 go, “It’s no secret that ambition bites the nails of success.” Some see this as a good thing, but I personally disregard this as well (as it only works to a certain level and takes one psychologically away from the highest level of motivation). Again, I’ll say it again, “motivation to me should not be about others”. That way, regardless of outcomes, the process is always emphasised over the product (or result). To me personally, this is the MEANING OF KARATE-DO: the WAY or PATH of karate. Truly, it is THE PROCESS, and quality (and authenticity) of this process, that matters most.

Well wishes for all the competitors and nations attending the 2014 JKA World Championships: I’d like to wish everyone who is competing in the 13thFunakoshi Gichin World Championships, here in Japan in October, the utmost best. Also, I hope you remember my words in this post. Enjoy the tournament, and just do YOUR BEST. To me, just by entering this event—the most prestigious traditional karate-do event in the world—you have already ‘won’ from my perspective. While I’ll not be attending, I admire every person who is entering: whether they go out in the first round or end up contending for world titles. 

By and large, as I wrote in my 1996 karate-do memoirs “…don’t set the bar too low, nor too high. Set it at a height where you are challenged, but not so much that it is an impossibility”; furthermore, and just as important for motivation (and as discussed today), don’t worry about whether some can jump higher than you, or have `yet to reach your heights’. They (others) are insignificant when it comes to your karate! What matters is that “YOU KEEP PUSHING FORWARD without letting your ego becoming puffed up, nor flattened”. Focus on the process: the process of self-progression, which can only be maximised when it is "...devoid of ego that is steered and swayed by comparisons".  This, of course, transcends karate-do.
Kindest regards and best wishes, André.
Movement four of Seiryu kata during my self-practice.
© André Bertel. Aso-shi, Kumamoto, Japan (2014).