Stasiun Bogor

 

Sejarah

Stasiun Bogor dibangun oleh Staatsspoorwegen (SS) pada tahun 1872 sebagai titik akhir jalur kereta api Batavia-Buitenzorg. Tahun 1881 dibangun stasiun baru. Sepanjang 1881-1883 SS melanjutkan pembangunan jalur kereta api dari Bogor-Sukabumi dan hingga 1887 terhubung hingga Tugu Yogyakarta.[1]
Stasiun ini bergaya Eropa dengan berbagai motif. Misalnya ada yang bermotif geometris awan, kaki-kaki singa, dan relung-relung bagian lantai. Stasiun ini memiliki dua lantai. Desain tangga kayu meliuk-liuk menghubungkan lantai 1 dengan lantai 2. Karakteristik bangunan utama khas dengan gaya Indische Empire sedangkan pada lobi bergaya Neoklasik. Desain atap emplasemen (kanopi/overkapping) membentang lebar dengan rangka baja dan penutup atap dengan besi bergelombang. Dahulu, sebuah lapangan luas bernama Wilhelmina Park pernah menjadi bagian dari stasiun Bogor.
Pada ruang VIP berdiri monumen prasasti dari marmer setinggi 1 meter. Monumen ini sebagai simbol tanda ucapan selamat pagi dari para karyawan SS kepada David Maarschalk yang memasuki masa pensiun atas usahanya mengembangkan jalur kereta api di Jawa.
Renovasi stasiun pernah dilakukan oleh Kementerian Perhubungan tahun 2009. Bangunan stasiun yang bertuliskan "1881" ini, yang menghadap Jalan Nyi Raja Permas Raya (Taman Topi) ini akhirnya tidak difungsikan sebagai pintu masuk stasiun. Kini bangunan stasiun dipindah menghadap Jalan Mayor Oking.



 Semakin hari, Stasiun Bogor semakin berbenah untuk menciptakan kemuudahan bagi traveler. Stasiun Bogor kini sudah punya kawasan pedestrian yang lega dan akses jalan dengan pedagang yang teratur. Nyaman!

"Stasiun Bogor termasuk salah satu stasiun heritage yang dilindungi oleh PT KAI. Bangunan stasiun ini sudah ada sejak tahun 1880,"

Stasiun Bogor berlokasi di Jl Nyi Raja Permas No 1, Kota Bogor, berdekatan dengan Taman Topi yang cukup dikenal traveler. Stasiun ini bersebelahan dengan Jl Mayor Oking dan Jl Kapten Muslihat. Luas lahan stasiun ini kurang lebih sekitar 34.000 meter persegi.

Siapa sangka, bangunan Stasiun Bogor kini dinobatkan menjadi salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi Kota Bogor. Suasana kolonial memang masih terasa kental disetiap sudut ruangan. Stasiun juga terlihat sangat jauh lebih nyaman ketimbang dulu.

Stasiun Bogor merupakan gerbang utama bagi wisatawan yang menggunakan moda transportasi kereta yang akan berlibur ke Bogor.





Stasiun Bogor dahulu Stasiun Buitenzorg (kode: BOO) adalah stasiun kereta apidi Kota Bogor, Indonesia yang dibangun pada tahun 1881. Stasiun yang terletak pada ketinggian +246 m ini memberangkatkan Kereta Rel Listrik(KRL) yang melayani kawasan Jabotabek, yakni menuju Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Jatinegara. Dulu juga terdapat pula Kereta Rel Diesel(KRD) yang melayani rute Sukabumi-Bogorbernama Kereta api Bumi Geulis yang untuk sudah tidak aktif karena mengalami kerusakan, yang saat ini rangkaiannya telah menjadi KRD Patas Bandung non AC.

Stasiun ini disibukkan oleh komuter (penglaju) dari Bogor menuju ke Jakarta. Terdapat puluhan jadwal perjalanan KRL dari stasiun ini setiap harinya. Tahun 2000 hingga bulan Juli 2011, Stasiun Bogor mengoperasikan KRL Pakuan Ekspres dengan lintasan Jakarta-Bogor PP dengan tarif Rp11.000,00[butuh rujukan] untuk sekali perjananan dan telah dilengkapi dengan penyejuk udara (Seri 6000 eks Toei atau Seri 8500 ex Tokyu), yang merupakan cikal bakal KRL Commuter Line.

Pada periode bulan Juli 2011 hingga bulan Juli 2013, rangkaian KRL yang beroperasi dari Stasiun Bogor terdiri dari KRL ekonomi, KRL ekonomi-AC, dan KRL Commuter Line (Red Line). Stasiun Bogor melayani KRL Commuter Line AC dengan harga Rp1.500,00 (Ekonomi hanya sampai stasiun Depok Lama), Rp2.000,00 (Ekonomi tujuan akhir Jatinegara lewat Tanah Abang, Duri, Kampung Bandan, Pasar Senen), (Ekonomi tujuan akhir Jakarta Kotalewat Tanah Abang, Gondangdia, Gambir, Juanda), Rp6.000,00 (Commuter Line AC hanya sampai Depok Lama), dan Rp7.000,00 (Commuter Line AC tujuan akhir Jatinegara lewat Tanah Abang, Duri, Kampung Bandan, Pasar Senen) atau (Commuter Line AC tujuan akhir Kota lewat Gondangdia, Gambir, Juanda).[butuh rujukan]
 
Seiring dengan penghapusan KRL Ekonomi dan diganti dengan rangkaian KRL Commuter Line AC, pada Juli 2013, PT KCJ mulai menerapkan sistem tiket elektronik Commet (Commuter Electronic Ticketing) dan secara bertahap menerapkan perubahan sistem tarif kereta dengan menggunakan sistem progresif. Untuk 5 stasiun pertama dikenakan tarif Rp2.000,00 dan bertambah Rp500,00 untuk setiap 3 stasiun berikutnya.









Share this

Related Posts

Previous
Next Post »